Penambahan Anggaran Belanja Lainnya dalam RAPBN 2026

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, terdapat peningkatan signifikan pada anggaran Program Pengelolaan Belanja Lainnya. Berdasarkan dokumen Buku II Nota Keuangan, alokasi anggaran yang masuk dalam belanja pemerintah pusat ini mencapai Rp 525 triliun untuk tahun depan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan outlook 2025 yang hanya sebesar Rp 358 triliun. Di sisi lain, dana transfer ke daerah (TKD) mengalami penurunan drastis dari Rp 864,1 triliun menjadi Rp 650 triliun.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menyatakan bahwa sebagian anggaran TKD yang dipangkas dialihkan ke pos Belanja Lainnya. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai program prioritas pemerintah. Namun, hingga kini pemerintah belum memberikan penjelasan rinci mengenai peruntukan anggaran tersebut. “Saya kira transparansi soal Belanja Lainnya sangat penting,” ujar Tauhid.

Fungsi Belanja Lainnya

Tauhid menjelaskan bahwa selama ini, anggaran Belanja Lainnya digunakan untuk menghadapi situasi darurat. Misalnya, ketika terjadi penurunan pendapatan, belanja pemerintah untuk program prioritas bisa ditambah dari pos Belanja Lainnya. Selain itu, dana ini juga bisa digunakan ketika terjadi force majeure atau bencana.

Menurut Tauhid, meskipun pemerintah tidak perlu menjelaskan peruntukan Belanja Lainnya sebagai dana cadangan, jika dana tersebut digunakan untuk program prioritas atas diskresi presiden, maka pemerintah perlu memberikan penjelasan. “Terutama terkait dengan delapan program prioritas itu ke mana saja, besarannya, sasarannya, wilayahnya, dan sebagainya. Akan sangat baik buat sinergi antara pusat dan daerah,” tambahnya.

Kritik terhadap Penurunan Dana Transfer ke Daerah

Penurunan dana transfer ke daerah (TKD) juga mendapat perhatian dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dolfie Othniel Frederic Palit, anggota Banggar dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mempertanyakan penurunan TKD sebesar 24,7 persen. Menurut Dolfie, penurunan ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah selama TKD masuk dalam APBN.

Dolfie menyoroti anggaran TKD yang dialokasikan ke dalam belanja pemerintah pusat, termasuk Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Pengelolaan Belanja Lainnya. “Kalau 2025 BA BUN Belanja Lainnya Rp 358 triliun, tahun depan menjadi Rp 525 triliun. Ini digunakan sendiri, direncanakan sendiri oleh pemerintah tanpa dibahas bersama DPR,” ujarnya.

Respons dari Menteri Keuangan

Merespons pertanyaan Dolfie, Sri Mulyani menjelaskan adanya diskresi presiden dalam belanja negara yang masuk dalam BA BUN. Contohnya adalah Instruksi Presiden (inpres) jalan daerah dan inpres infrastruktur daerah. “Bahkan sekarang masalah sampah daerah pun juga akan diambil alih (oleh pusat),” kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, alasan di balik pengambilalihan adalah karena banyak program daerah yang belum terselesaikan. Meski demikian, bendahara negara mengakui memahami pandangan Dolfie. “Tapi saya rasa spirit untuk akuntabilitas dan transparansi tetap akan kami perhatikan,” ucap Sri Mulyani.

Lima Arah Kebijakan Program Pengelolaan Belanja Lainnya

Berdasarkan dokumen Buku II Nota Keuangan, ada lima arah kebijakan Program Pengelolaan Belanja Lainnya dalam RAPBN 2026. Pertama, antisipasi kegiatan tanggap darurat dan penanggulangan bencana. Kedua, antisipasi risiko fiskal pada pelaksanaan APBN, baik akibat perubahan asumsi dasar ekonomi makro maupun dinamika kebijakan. Ketiga, antisipasi dukungan ketahanan pangan dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga pangan. Keempat, antisipasi kebutuhan kegiatan mendesak. Kelima, dukungan pembayaran kewajiban pemerintah, seperti kompensasi harga BBM dan listrik.

Penggunaan Belanja Lain-Lain yang Terprogram

Selain itu, Program Pengelolaan Belanja Lainnya pada RAPBN 2026 juga akan digunakan untuk belanja lain-lain yang terprogram. Hal ini meliputi belanja bantuan kemasyarakatan presiden dan wakil presiden dalam bidang organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pendidikan, sosial, atau kegiatan lainnya; belanja operasional lembaga yang belum memiliki bagian anggaran sendiri, yaitu operasional SKK migas; belanja ongkos angkut beras ASN distrik pedalaman di wilayah Papua; serta belanja operasional layanan pos universal dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan umum.