Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertinggi dari Ekspektasi
Pasar ekonomi mengalami kejutan dengan pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang mencapai 5,12%. Angka ini lebih tinggi dari estimasi optimis sebelumnya yang hanya berkisar di angka 5%. Dalam laporan sebelumnya, proyeksi dari 30 ekonom dan lembaga yang dikumpulkan oleh Bloomberg menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan PDB kuartal II/2025 adalah 4,8% yoy. Estimasi tertinggi mencapai 5%, sedangkan yang terendah hanya 4,6% yoy.
Beberapa ahli ekonomi memberikan prediksi yang berbeda. Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia memperkirakan pertumbuhan sebesar 5%, sementara Moody’s Analytics Singapore dan Jeemin Bang meramalkan pertumbuhan terendah sebesar 4,6%. Di sisi lain, bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79%, sedangkan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi yaitu 4,9%.
Salah satu ekonom yang proyeksinya dihimpun oleh Bloomberg, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede sebelumnya memperkirakan PDB kuartal II/2025 hanya tumbuh 4,76% yoy. Ia menyebut data BPS yang dirilis hari ini mengejutkan pasar karena melebihi semua estimasi konsensus. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12% (yoy) yang diumumkan oleh BPS memang mengejutkan pasar, terutama karena seluruh estimasi konsensus berada di bawah angka tersebut—bahkan estimasi tertingginya hanya menyentuh 5,0%,” ujar Josua.
Josua menjelaskan bahwa data pertumbuhan yang dirilis BPS tidak hanya melampaui ekspektasi pasar, tetapi juga terjadi di tengah narasi yang kontras. Salah satunya adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi selama kuartal tersebut, yakni berkisar 49. Selain itu, persepsi umum menunjukkan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya pulih.
“Maka, muncul pertanyaan fundamental: dari mana sebenarnya sumber pertumbuhan yang mengejutkan ini?” tanya Josua. Ia menyoroti bahwa meskipun indeks penjualan eceran secara riil masih lemah, masyarakat mulai kembali aktif berbelanja melalui kanal digital, terutama saat momentum Idulfitri maupun libur sekolah.
Perubahan Pola Konsumsi dan Investasi
Pada sisi konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi terbesar kepada PDB, pertumbuhannya secara tahunan hanya naik tipis dari 4,95% ke 4,97%. Namun, Josua melihat karakteristik pemulihannya cukup berbeda dari kuartal sebelumnya, yakni kuartal I/2025. Data transaksi online dari e-commerce dan marketplace tumbuh sebesar 7,55% secara kuartalan, dan konsumsi elektronik (uang elektronik, kartu debit, kredit) tumbuh 6,26% secara tahunan, pada kuartal II/2025.
Josua menilai kenaikan konsumsi itu lebih banyak karena faktor musiman dan pola belanja digital ketimbang karena kenaikan pendapatan yang merata. “Namun, apakah ini berarti daya beli telah benar-benar pulih? Jawabannya masih relatif. Pertumbuhan konsumsi belum sepenuhnya solid di semua lapisan masyarakat, terlihat dari masih terbatasnya pertumbuhan konsumsi makanan pokok dan inflasi yang tetap rendah (1,87% yoy), yang bisa mencerminkan lemahnya pricing power produsen dan konsumen yang masih berhati-hati,” jelasnya.
Kinerja Investasi yang Mengagumkan
Kontributor terbesar kedua terhadap pertumbuhan kuartal II/2025 yakni investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), turut menjadi pemicu dengan lonjakan pertumbuhan 6,99% yoy. Pada kuartal sebelumnya, pertumbuhan PMTB hanya 2,12% yoy. Tidak hanya itu, BPS menyebut pertumbuhan PMTB adalah yang tertinggi sejak kuartal II/2021 yakni sebesar 7,54% yoy.
Josua menjelaskan bahwa lonjakan PMTB didorong oleh dua komponen utama. Salah satunya adalah belanja modal pemerintah melalui APBN yang melonjak 30,37% yoy. Kemudian, ledakan impor barang modal jenis mesin sebesar 31,9% yoy. “Ini mencerminkan bahwa mesin pertumbuhan pada Q2 tidak hanya bertumpu pada konsumsi, tetapi juga pada dorongan permintaan investasi untuk proyek-proyek fisik dan ekspansi sektor swasta,” jelas Josua.
Kesimpulan dan Prediksi Masa Depan
Dengan demikian, Josua menyimpulkan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang melebihi ekspektasi ditopang oleh lonjakan investasi fisik dan akselerasi belanja pemerintah, sementara konsumsi rumah tangga memang membaik namun belum bisa dibilang pulih secara struktural. “Pergeseran konsumsi ke kanal digital menjadi salah satu pilar baru pertumbuhan, namun belum cukup kuat menjadi engine utama ekonomi tanpa didukung perbaikan pendapatan riil masyarakat. Oleh karena itu, ke depan, konsistensi stimulus fiskal, kestabilan harga pangan, dan insentif konsumsi akan menjadi kunci untuk menjaga pertumbuhan tetap di atas 5% pada semester II 2025,” katanya.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro juga mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi 5,12% yang dirilis BPS itu melebihi ekspektasi pasar. “Pertumbuhan didukung konsumsi rumah tangga yang lebih kuat dan kenaikan aktivitas investasi. Permintaan eksternal juga berkontribusi positif, dengan ekspor terakselerasi jelang penerapan tarif impor AS,” ujar Andry dalam keterangan tertulis.